Harian Sulawesi | Parimo – Realisasi pembayaran honor bidan PTT oleh Dinas Kesehatan Parigi Moutong hingga triwulan ketiga nampaknya belum ada titik terangnya.
Akibatnya, seorang bidan desa di wilayah Utara Parigi Moutong belum lama ini mengundurkan diri dari tugasnya dan beralih di profesi lainnya demi menyambung hidup keluarganya.

Bahkan ada salah satu bidan desa sempat ‘prustasi’ akibat tidak ada titik terangnya soal gaji insentifnya dari pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten. Tapi dalam menyambung hidupnya, bidan desa ini menjual barang elektroniknya untuk kebutuhan sehari-hari.
Curhat bidan desa ini terekam wartawan saat DPRD melakukan hearing Dinas Kesehatan Parimo yang dihadiri puluhan perwakilan bidan desa bersama puluhan dokter di ruang Paripurna, Senin (4/7/2022).
Dihadapan wakil rakyat, Bidan dari desa Khatulistiwa bernama Tria menyatakan melalui isi hatinya, bahwa tugas dan beban yang dipikul sebenarnya berat-berat ringan. Tapi bagaimana dengan hak kami sebagai bidan desa yang selama enam bulan ini tidak menerima insentif.

Padahal kami sudah berupaya untuk bertugas dengan tulus, namun bagaimana mekanisme pencairan hak sebagai bidan desa, apakah sudah disepakati DPRD atau sudah sampai di Dinas Kesehatan atau masih di kas Pemda ?
Tria mengisahkan, dirinya salah satu bidan desa yang tidak memiliki harta. Sedangkan suaminya hanyalah seorang petani yang mendapat jatah jika musim panen tiba. Namun jika tidak musim, terpaksa dirinya menjual kipas angin demi menyambung hidup dua hari kedepannya.
Sementara, dirinya bekerja tulus sebagai bidan desa dan berharap ada dana insentifnya terbayarkan oleh Pemerintah daerah setiap bulan, namun apa hendak dikata, beli popok anakpun tidak mampu, kecuali ada masyarakat ingin suntik KB barulah tersambung pelipur lara.
“Pernahkah ibu dan bapak pikirkan nasib kami selama enam bulan bekerja mengabdi tanpa gaji memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahkan ada yang meninggalkan keluarga mengabdi kedaerah terpencil ?” Tanya Tria sembari menyapu air matanya.
Menurutnya, keringat dan usaha bahkan yang menjadi hak bidan desa tidak pernah diterima. Bahkan ada yang sampai harus berhutang ke Bank melakukan pinjaman untuk bertahan hidup.
“Kami hanya meminta hak yang seharusnya didapatkan, tapi semua itu hanya janji palsu saja yang diberikan oleh pihak-pihak yang kami sendiri tidak tau dimana letak kesalahannya. Karena yang kami tau hanya disuruh sabar dan masih dalam proses. Tapi hingga hari ini juga tidak ada kabarnya” tegasnya.
Terus terang, kehidupan dirinya didesa yang Senin Kamis terasa seperti dalam kegelapan. Terkadang dirinya berteriak, namun tidak ada yang mau dengar keluhan tersebut. Beruntung kata Tria, suaminya tulus mendampingi walau kepahitan kehidupan terus membayanginya.
Tria berharap, agar pihak wakil rakyat mendengar jeritan ini untuk membantu penyelesaiannya. Dan apabila dihasil RDP ini nantinya ada oknum dengan sengaja bermain dana APBN, diminta untuk diberhentikan dan diproses secara hukum agar tidak ada lagi kasus tenaga kesehatan yang mengalami nasib sial di Parimo, pungkasnya.
Pantauan media ini, terlihat ada sejumlah tenaga kesehatan dan anggota DPRD meneteskan air mata karena curhat seorang bidan desa yang rela membuka kehidupannya akibat belum terbayarnya dana insentif bidan desa. (**)
Penulis : Sumardin (Pde)