Harian Sulawesi | Parimo – Gerakan peduli terhadap pahlawan Nasional Nani Wartabone yang diperingati setiap tanggal 23 Januari tahun berjalan, seluruh masyarakat Gorontalo di perantauan tetap mengikuti ‘ritual’ khusus dengan melakukan doa bersama.
Doa bersama ini tak terkecuali dilaksanakan oleh pengurus inti Kerukunan Keluarga Islam Gorontalo (KKIG) cabang Parigi Moutong pimpinan H. Marzuk Hululo SE, MSi bertempat di Kelurahan Bantaya Kecamatan Parigi Sulawesi Tengah.
Setelah dilakukan doa bersama, sekitar 50 orang warga Gorontalo ‘duafa’ menerima paket bantuan dari sesama warga Gorontalo, melalui donasi khusus sebagai sambung rasa warga Gorontalo di perantauan.

Nampak terpantau kamera wartawan media ini sederetan pengurus inti KKIG perantauan wilayah Kabupaten Parigi Moutong berkumpul di salah satu lokasi untuk bersama-sama melakukan pertemuan dengan warga Gorontalo perantauan di Kecamatan Parigi.
“Tahun ini merupakan tahun spesial dimana seluruh DPP, DPD dan DPC untuk melakukan kegiatan sosial ini dalam upaya memperingati hari patriotik setiap tanggal 23 Januari 1942, yaitu membantu kepada kaum duafa warga perantauan di wilayah Kecamatan Parigi” ujar Marzuk.

Gorontalo itu dimana-mana tetap melekat ‘logat’ yang jelas sesuai watak dan karakter sehingga hampir banyak orang Gorontalo itu selalu melawan kebijakan apabila kontrasosialnya tidak sesuai dengan keakraban sukunya.
Orang Gorontalo masuk Parigi itu sambung salah seorang pendiri Parimo ini bukanlah sebagai warga transmigrasi, namun sebagai penguatan wilayah yang waktu itu ‘terancam’ sehingga warga Gorontalo diminta membantu Raja Balinggi. Tapi bantuan ini bukan masuk di Malakosa, tapi masuk di Parigi.

Marzuk katakan, proklamasi Gorontalo merupakan momentum bagi para pejuang kemerdekaan yang saat itu tengah mempersiapkan perlawanan diplomatik hingga kekuatan perang dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda.
Pada peristiwa bersejarah ini pula dibacakan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo oleh Nani Wartabone. Nani Wartabone tidak lain merupakan sahabat seperjuangan Soekarno dalam perjuangan memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah.
Pemerintah daerah pun menetapkan tanggal 23 Januari 1942 sebagai hari patriotik kemerdekaan yang wajib diperingati oleh seluruh masyarakat Gorontalo di setiap tahunnya.

Namun yang menjadi prihatin saat ini, kenapa baju adat pengantin wanita suku Gorontalo sudah banyak perubahannya. Ini karena sudah banyak dimodifikasi sehingga terjadi perubahan yang tidak lagi sesuai karakteristik adat istiadat Gorontalo yang semakin terkikis kebenarannya.
Lebih lanjut, Marzuk sampaikan bahwa bantuan yang terkumpul yang akan diserahkan kepada yang layak penerima berasal dari warga Gorontalo yang bersimpati dengan kerukunan yang ada. Dan ini sebagai imbas bantuan pribadi dalam melanjutkan silaturahim bagi warga perantauan secara berkelanjutan.
“Semoga bantuan ini akan bermanfaat dan dapat berguna bagi yang menerima. Yang sudah memberi bantuan, inn Sya Allah tahun berikutnya semakin diperluas lagi. Jangan melihat jumlah paket dalamnya, namun ini merupakan sebuah kebersamaan dan penyatuan suku Gorontalo di Perantauan” tutupnya. (Pde)