Foto : Ketua DPRD Parigi Moutong Drs Alfred Mas Boy Tonggiro MSi (f-doc)
Harian Sulawesi | Parimo – Keputusan Bupati H. Erwin Burase untuk menelusuri ‘jejak’ penyusun Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dari 16 titik menjadi 53 titik melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Parigi Moutong ternyata bisa jadi ‘blunder’. Kenapa demikian?
Berikut pernyataan Ketua Dewan Kabupaten (Dekab) Drs Alfred Mas Boy Tonggiro MSi saat dimintai keterangannya kepada sejumlah media melalui ponselnya, Kamis (30/10/2025).
Menurut Alfred, dalam hal penyampaian Bupati Parigi Moutong (Parimo) yang dipublis sejumlah media belum lama ini soal permohonan pembentukan Pansus kepihak Legislatif itu adalah wajar, namun tidak serta merta dalam pembentukan pansus itu langsung jadi.
“Kan mekanismenya harus melalui pengusulan Badan Musyawarah (Banmus) dahulu, kemudian melalui persetujuan Fraksi-Fraksi DPRD Parimo yang disetujui melalui rapat Paripurna. Itulah mekanisme pembentukan pansus” kata Ketua Dewan Kabupaten.
Alfred menambahkan, berkaitan dengan persoalan wilayah pertambangan yang diketahui masyarakat itu adalah hanya permasalahan internal di Eksekutif.
Karena hal ini berawal dari rekomendasi Bupati yang jadi masalah belum lama ini terkait luasan WPR dari 16 titik menjadi 53 titik, kemudian Komisi III DPRD Parimo memintanya untuk segera dicabut.
“Hal tersebut langsung disetujui Bupati Erwin Burase soal penandatanganan luasannya yang tidak sesuai, kalaupun ada yang merubahnya” urai politisi PDI Perjuangan ini.
Alfred katakan, untuk mengetahui siapa orang yang berani merubah titik WPR itu? “Saya kira gampang saja ketika Bupati ingin menelusuri melalui prosedur kedalamnya antara atasan dan bawahan, lalu dilakukan pemanggilan” tegasnya.
Untuk memudahkan melacak siapa orang yang merubah titik WPR tersebut, Eksekutif punya Inspektorat dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan penelusuran.
“Penelusurannya sangat mudah, karena pansus itu domainnya DPRD” kata Alfred. (**)














