Foto : Lahan galian C di Sausu (F-ist)
Harian Sulawesi | Parimo – Berbagai upaya yang dilakukan oleh seorang pengusaha lokal untuk memiliki dokumen resmi dari pemerintah daerah belum lama ini untuk melegalkan pertambangan pasir (galian-C) ternyata telah di ‘rampas’ haknya oleh oknum yang diduga adalah TNI.
Pihak pengusaha galian C ini dengan nama CV Mahkota Perkasa Group (MPG) merasa dirugikan karena pihaknya telah membayar pajak kepada Pemda setempat.
Hal inilah sehingga pengusaha galian C ini merasa dicurangi oleh oknum TNI yang telah mengambil lahan tambang pasir dan batu seluas 39,5 hektar yang berlokasi di sungai Sausu, desa Sausu Taliabo Kecamatan Sausu, Parimo Sulawesi Tengah.
“Maaf saya ceritakan dari awal dulu supaya bisa nyambung ya ? Awalnya penyerobotan lahan ini dimulai sejak kami melakukan aktivitas di Sungai Sausu, berdasarkan izin yang telah kami laporkan ke Kepolisian dan sesuai petunjuk Dinas Penanaman Modal, Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Parimo,” kata I Nyoman Madra sang Direktur CV MPG ini di Parigi, Senin, (20/12/2024).
Namun lahan yang sudah terinklut berdasarkan dokumen resminya, ternyata lahan itu diduga diserobot oleh Brigjen TNI DT, karena dinilai CV MPG belum menyelesaikan bagi hasil berdasarkan kesepakatan sebesar 20 persen, sebut Nyoman Madra.
Sementara, pihaknya telah melakukan pembayaran bagi hasil itu selama dua bulan kerja sebesar Rp 100.000.000,- yang dikirim langsung ke rekening pribadi Brigjen TNI DT.
Namun saat itu dirinya mengakui ada keterlambatan pembayaran bagi hasil melalui perwakilannya bernama Zaenuddin Zen di lapangan sehingga nominal yang dijanjikan kepada oknum TNI itu beralasan tidak cukup.
“Makanya kami diberi batas waktu satu minggu dalam penyelesaian bagi hasil tersebut. Jika tidak tepat waktu maka alat berat mereka akan masuk ke lahan galian C yang kami miliki itu” ungkap pemilik lahan.
Justru yang membuat kami kaget saat itu, tiba-tiba alat berat milik oknum anggota TNI berpangkat Brigjen TNI DT ini langsung beroperasi di lahan pertambangan Sirtu CV MPG, sebutnya dengan nada kesal.
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160, ujarnya.
Dirinya selaku pemilik CV MPG sebenarnya tidak memiliki kewajiban kepada oknum TNI DT untuk melakukan pembagian hasil usaha. Hanya saja, ketika CV MPG meminta bantuan back up akhirnya terjadi kesepakatan bagi hasil 20 persen yang disahkan dinotaris.
“Dasar itu, yang membuat Pak Danrem Brigjen TNI Dody Triwinarto beraktivitas di lahan kami, karena merasa punya saham 20 persen,” kata Nyoman Madra.
Bahkan kami selaku pemilik saham galian C itu awalnya mendapat hambatan walaupun memulai kerja setelah izin dilengkapi. Namun dengan adanya saran dari kolega oknum TNI DT bernama Sofyan bersama Zaenudin Zen, semua dipenuhi.
“Saya dipertemukan oleh dua nama itu dengan Pak Danrem di Palu, dimana saat itu RKAB masih dalam proses, tapi tetap saja lahan kami diserobot. Sedangkan kami yang telah keluarkan biaya banyak, tapi mereka tidak keluarkan dana sedikitpun ,” tambahnya.
Sebenarnya, CV MPG tidak merasa keberatan dengan bagi hasil sesuai kesepakatan bersama Brigjen TNI Dody Triwinarto. Hanya saja, yang bersangkutan tidak mengeluarkan biaya apapun selama beroperasi.
“Terus terang awalnya kami tidak keberatan soal bagi hasil itu walaupun pajak daerah sudah kami bayarkan, tapi setelah bagi hasil yang kami setorkan itu tidak mencapai Rp50 juta, langsung ditolak,” kisahnya dihadapan wartawan.
Brigjen TNI Dody Triwinarto Bantah Serobot Lahan Galian C milik CV MPG
Menanggapi hal itu, Brigjen TNI Dody Triwinarto membantah, telah melakukan penyerobotan lahan pertambangan Sirtu milik CV MPG.
Ia mengaku, aktivitas di lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV MPG, dilakukannya sebagai pemilik saham sebesar 20 persen yang disahkan dinotaris berdasarkan kesepakatannya dengan I Nyoman Madra.
“Jadi Rp100 juta itu, pembayaran hak saya 20 persen yang tertunda dibayar selama tiga bulan ini. Sampai sekarang, Pak Nyoman juga menunggak lagi selama dua bulan,” ungkap Brigjen TNI Dody Triwinarto dihubungi di Palu, Senin.
Ia menyebut, ini merupakan masalah internal perusahaan. Namun, Direktur CV MPG tidak pernah menghubunginya sebagai salah satu pemilik saham.
Brigjen Dody menilai, CV MPG tidak bersyukur serta tidak komitmen dengan perjanjian yang telah sepakati bersama sebelumnya.
“Makanya, saya minta tolong teman saya pasang alat berat di IUP CV MPG untuk bagian hak saya 20 persen,” ujarnya.
Terpisah, Zaenuddin Zen menambahkan, diawal beroperasi CV MPG memang memenuhi kewajiban bagi hasilnya dengan baik.
Tetapi, ketika memasuk bulan kedua dan ketiga beroperasi, bagi hasil yang akan diberikan ke Brigjen TNI Dody Triwinarto tidak sesuai kesepakan.
“Artinya, Pak Dody merasa dibohongi. Karena, ratusan juta pendapatan, kok hanya puluhan yang diberikan,” kata dia.
Ia menjelaskan, kesepakatan bagi hasil awalnya terjadi antara Brigjen TNI Dody Triwinarto bersama I Nyoman Madra, karena ada pihak lain yang merebut lokasi pertambangan Sirtu tersebut.
“Kesepakatan itu, 20 persen Pak Dody dan 80 pesen Pak Nyoman. Saya sendiri yang notariskan kesepakatan itu. Jadi, alat berat Pak Dody masuk, tidak mengganggu. Dia melakukan sesuai haknya,” tutupnya.(**)
Penulis : TIM