Palu  

LS-ADI Gelar Unjuk Rasa Ketika Menyambut HUT Proklamasi, Begini Tuntutannya

Harian Sulawesi | Palu – Pergerakan puluhan massa mengatasnamakan Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menggelar Demonstrasi sambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin (15/08/2022).

Aksi tersebut membawa beberapa tuntutan yaitu Wujudkan Penegakkan Hukum berkeadilan, Tuntaskan Kasus Korupsi, Tuntaskan Pelanggaran HAM, Tolak Pengesahan RUU KUHP, Turunkan Harga Bahan Pokok, Atasi Kelangkaan BBM Bersubsidi, Wujudkan Pendidikan Terjangkau, dan Tutup Pertambangan Ilegal dan Adili Pelakunya.

Koordinator Lapangan (Korlap) Renaldi mengatakan menjelang 77 Tahun peringatan kemerdekaan, Negara Kesatuan RI terus melakukan upaya pembenahan. Optimisme menuju negara yang maju harus terpatri dalam jiwa rakyat, olehnya sumbangsih kritikan dan saran dari rakyat sebagai pemberi mandat harus terus dilayangkan kepada pemegang mandat.

“Sebab, harus diakui kondisi negeri hingga saat ini masih belum stabil oleh banyaknya masalah-masalah diberbagai bidang yang perlu diatasi. Dalam rentangan waktu perjalanan panjang dari orde lama hingga orde baru, pelaksanaan demokrasi belum mencapai titik paripurna. Reformasi adalah saat dimana harapan akan tegaknya demokrasi itu diletakkan,” jelasnya.

“Namun demikian, perihal penegakkan demokrasi itu masih juga jauh dari harapan. Adapun tantangan yang menjadi sandungan bagi tegaknya demokrasi dinegeri ini ada pada kekuasaan yang mengarah pada model otoritarianisme,” tambah Renaldi.

Ia menilai banyaknya persoalan kepemerintahan saat ini begitu kompleks. Survei tentang kepuasan atas kinerja penegakkan hukum masih mendapat raport merah, sebab sangat tampak lemahnya penegakkan dalam menindak berbagai kejahatan besar seperti korupsi dan pelanggaran HAM yang hingga saat ini banyak yang belum tuntas.

“Begitu banyak kasus mega korupsi masa lalu hingga kini yang mandek dimeja penyidikkan. Terbaru, kasus yang menyeret Surya Darmadi dan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman disebut menjadi yang terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp 78 triliun,” bebernya.

“Kemudian sederet kasus pelanggaran HAM berat juga masih menghantui bangsa ini, terbaru kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan petinggi diinstitusi Polri. Di Sulawesi Tengah sendiri, sampai saat ini yang belum jua tuntas yaitu kasus Alm Qidam Alfarizki Mofance yang merupakan korban dugaan salah tembak oleh Satuan Tugas (Satgas) Tinombala di Poso tahun 2020 silam,” lanjutnya.

Selain itu katanya, tidak adanya perlibatan partisipasi publik dalam penyusunan RKUHP serta sejumlah pasal-pasal bermasalah didalamnya menjadi alasan besar kenapa pengesahan RUU itu pantas untuk ditolak. Amanah reformasi jangan sampai dikhianati.

Lanjut, soal kenaikan harga bahan pokok. Awal Juni 2022 harga bahan pokok kembali merangkak naik. Oleh sebab itu pemerintah dan stakeholder terkait harus punya solusi menurunkan harga sembako di pasaran, agar kembali stabil dan tidak memberatkan masyarakat. Apalagi hingga pertengahan 2022 ini sudah beberapa kali terjadi kelangkaan maupun kenaikan beberapa kebutuhan pokok.

Kemudian kelangkaan BBM akibat kurangnya pasokan dan dikabarkan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat juga harus menjadi perhatian, pemerintah harus mempersiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi kelangkaan BBM dan melakukan evaluasi kenaikan harga BBM dan meninjau secara intens perihal pendistribusian BBM Pertalite dan Solar yang mengalami kelangkaan.

Menurutnya, sektor pendidikan juga ikut menjadi problem dasar bangsa ini. Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4, tertera jelas bahwa salah satu tujuan didirikannya Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dimana hal tersebut dapat tercapai dengan adanya pendidikan.

“Namun pada kenyataannya, masih banyak warga negara yang belum mendapatkan hak untuk merasakan pendidikan sebagaimana mestinya. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak semua orang bisa mendapatkannya,” jelasnya.

Terakhir, masuk pada sektor pertambangan. Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang 1945 yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 1 pasal ini pun belum terpenuhi dan tidak sesuai realita yang ada, ini merupakan suatu pembuktian bahwa kita belum merdeka seutuhnya, tak terkecuali di Sulteng.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulteng, mencatat ada 13 titik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Sulteng. 13 titik tambang ilegal itu tersebar di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai, Kabupaten Buol, Kabupaten Tolitoli dan Kota Palu, dan titik terbanyak berada di Parigi Moutong.

Ia juga mengaku keberadaan tambang ilegal yang sudah begitu cukup lama tersebut seakan terbiarkan begitu saja oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum di Sulteng.

“Ada suara dari masyarakat atau kejadian seperti banjir yang terjadi barulah aparat penegak hukum menertibkan. Mirisnya yang ditertibkan hanyalah barang bukti berupa alat beratnya saja, tidak ikut ditertibkan dengan para pelakunya. Wajar saja setelah beberapa waktu ditertibkan aktifitas penambangan berjalan kembali, seperti di Kayuboko Parigi Moutong pada beberapa hari yang lalu kembali terjadi banjir dan diduga akibat aktiftas tambang ilegal diwilayah tersebut,” tuturnya.

“Aparat penegak hukum seakan tidak bertaji bahkan terlihat main mata dengan para pelaku tambang ilegal pasalnya kasus ini sudah beberapa kali di suarakan dan kejadian serupa selalu berulang. Aparat penegak hukum tampak seperti hanya memberikan buian kata dalam penuntasan kasus ini dan seakan tidak patuh terhadap intruksi gubernur yang menyebutkan untuk menuntaskan kasus tambang ilegal di Sulteng karena nyatanya hingga hari ini aktifitas tambang seperti dikayuboko dan buranga beraktifitas dengan leluasa padahal sudah banyak korban yang di akibatkan oleh PETI tersebut,” sambungnya.

Renaldi mengatakan maraknya tambang ilegal secara terang-terangan, kemudian para pemodal bebas berkeliaran dan mengulang-ulang aktifitas penambangan ilegal menjadi dasar kecurigaan tersebut.

“Olehnya kami mendesak pemerintah agar segera menutup dan memberhentikan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) khususnya yang ada di Sulteng dan menangkap para pelaku kemudian diberikan sanksi yang seberat-beratnya berdasarkan Undang-Undang karena sudah banyak memakan korban. Jika sekiranya dalam beberapa waktu kedepan masalah PETI ini masih terjadi, maka kami selaku organisasi akan menyurat ke Polri bahkan Presiden bahwa pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Sulteng tidak mampu menyelesaikan kasus PETI yang sudah memakan korban jiwa dan kerusakan alam,” tandasnya.

Pada kesempatan itu, Anggota DPRD Provinsi Sulteng Dr Alimuddin Pa’ada menemui massa aksi dan merespon positif serta mengapresiasi tuntutan LS-ADI sebagai bagian dari masyarakat yang telah menyampaikan aspirasi rakyat Indonesia dan masyarakat Sulteng pada khususnya.

“Kiranya kritik dari adik-adik LS-ADI membuka cakrawala berpikir kita terkait begitu banyaknya problem yang terjadi di negeri ini masalah tekait kurangnya ketersedian BBM itu karena ada orang yang berkepentingan yang mengambil dan ini pihak berwenang harus tegas kalau ada perusahaan yang membutuhkan mereka untuk di arahkan membeli BBM Nonsubsidi,” terangnya.

Ia mengaku pihak DPRD provinsi Sulteng sudah beberapa kali melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait mempertanyakan soal tuntutan tersebut, tak terkecuali soal pertambangan ilegal.

“DPRD sudah melakukan tugasnya sebagai penyambung lidah masyarakat di pemerintahan namun kurang tegasnya pemerintah baik Gubernur maupun Kapolda menjadi penyebab maraknya masalah-masalah di Sulteng khususnya pertambangan ilegal. Diketahui bahwa kurang lebih 35 persen wilayah Sulteng merupakan kawasan konservatif. Tidak boleh ada aktifitas pertambangan diwilayah tersebut,” tegasnya.

Menanggapi pernyatan Anggota DPRD Sulteng, Ketua Umum PB LS-ADI Riwin Najmudin menyampaikan terkait masalah nasional yang hari ini dirasakan bersama. Harusnya sebagai perwakilan rakyat untuk lebih peka dan proaktif terkait masalah yang dirasakan oleh rakyat.

Pasalnya menjelang 77 tahun Indonesia merdeka ini rakyat masih sangat menjerit dengan kelangkaan BBM, mahalnya biaya pendidikan, kurangnya penegakkan terhadap hukum, kasus pelanggaran HAM yang belum terungkap, tingginya kasus korupsi dan bahkan meningkatnya harga bahan pokok.

“Hari ini kita banyak melihat pasar murah menjelang hari kemerdekan yang dilakukan oleh pemerintah, apakah harga murah itu hanya bisa didapat di hari kemerdekaan?, dan pasar yang dilakukan pun hanya banyak dipenuhi oleh warga kelas ekonomi ke atas,” katanya.

Ketum PB LS-ADI itu juga mengatakan soal masalah daerah LS-ADI sudah berkali-kali aksi dan audiens serta menyurat terkait kasus korupsi. Namun pihak yang berwenang seakan abai dan terkesan saling lempar bola terkait kasus korupsi yang ada.

“Juga mengenai kasus pertambangan ilegal yang seakan pelakunya kebal hukum karena sampai sekarang tidak bisa ditangkap padahal cukongnya sudah menjadi rahasia umum dan bahkan sudah tersebar luas namanya. Olehnya kita meminta pada perwakilan kita untuk mengevaluasi hasil dari kinerja buruk aparat penegak hukum dalam hal pertambangan ilegal, kalau bisa untuk diusulkan dicopot dari jabatanya,” harapnya.

“Pasalnya pemerintah provinsi Sulteng sudah mengintruksikan untuk menertibkan tambang ilegal tersebut namun nyatanya Buranga yang pernah memakan korban kini kembali beraktivitas, kemudian Kayuboko, dimana penegak hukum tidak bertaji menuntaskanya, kini terus menerus merusak alam dan membuat bencana yang meresahkan masyarakat disana. Olehnya sekali lagi kami meminta pihak DPRD untuk serius juga menanggapi ini,” tutupnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *