Oleh : Riswan Batjo Ismail, SAg, SE
ARK Sulteng & Ketua FKPAI Parimo
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Banjir merupakan peristiwa ketika air menggenangi suatu wilayah yang biasanya tidak tergenangi air dalam jangka waktu tertentu. Banjir biasanya terjadi karena curah hujan turun terus menerus dan mengakibatkan meluapnya air sungai, danau, laut, drainase karena jumlah air yang melebihi daya tampung media penopang air dari curah hujan tadi.
Selain disebabkan faktor alami, yaitu curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi karena ulah manusia. Contoh, berkurangnya kawasan resapan air karena alih fungsi lahan, penggundulan hutan yang meningkatkan erosi dan mendangkalkan sungai, serta perilaku tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah di sungai dan mendirikan hunian di bantaran sungai.
Kejadian bencana banjir sangat bersifat lokal. Satu daerah bisa terlanda banjir dan daerah lainnya aman. Oleh sebab itu informasi mengenai banjir yang resmi biasanya berasal dari institusi di daerah yang bertanggung jawab, seperti BPBD.
Kendati sifatnya bencana lokal, namun terkadang banjir juga dapat meluas dan melumpuhkan kehidupan perkotaan seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Grobogan. Oleh sebab itu, langkah antisipasi harus dilakukan baik sebelum, saat, dan pascabencana banjir.
Berikut ini ada beberapa cara untuk penanggulangan bencana banjir :
- Membuat fungsi sungai dan selokan dapat bekerja dengan baik. Sungai dan selokan adalah tempat aliran udara sehingga sampai tercemar dengan sampah atau menjadi tempat pembuangan sampah yang akhirnya menyebabkan dan selokan menjadi tersumbat sungai.
- melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap udara dengan cepat.
Memperbanyak dan menyediakan lahan terbuka untuk membuat lahan hijau untuk penyerapan udara.
Berhenti membangun perumahan di tepi sungai, karena akan mempersempit sungai dan sampah rumah juga akan masuk sungai. - Berhenti membangun gedung-gedung tinggi dan besar, karena akan menyebabkan bumi ini akan sulit menahan bebannya dan membuat permukaan tanah turun.
- mengatasi pohon-pohon di hutan secara liar dan juga di bantaran sungai, karena pohon berperan penting untuk pencegahan banjir. Sebenarnya menebang pohon tidak dilarang bila kita akan menanam kembali pohon tersebut dan tidak membiarkan hutan menjadi gundul.
- Dengan melakukan cara penanggulangan banjir tersebut kita dapat mencegah bencana banjir. Karena selama ini pemerintah pun telah bekerja keras untuk mencegah terjadinya banjir, tetapi semua masyarakat pun harus mendukung agar semua bisa teratasi dengan baik.
Pengalaman dirinya (Riswan) menangani beberapa peristiwa bencana alam di Sulawesi Tengah, sejak banjir bandang di Desa Boyantongo tahun 2013, gempa Pasigala palu tahun 2018, dan saat ini Banjir Bandang di Desa Torue Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, memberikan banyak pelajaran dan peristiwa yang patut di catatkan dan dapat menjadi referensi serta rekomendasi penting untuk penanganan peristiwa bencana alam kedepan dan di manapun.
“Salah satunya adalah, terkait peranan dan kesiapan penanganan bencana alam di lingkungan kementrian Agama RI”
Menurutnya, Kementrian Agama RI, sebaiknya memiliki, Satgas atau Pokja penanganan bencana alam. Mungkin saja usulan ini tidak populis di kalangan masyarakat umum, tetapi justru inilah terobosan program yang dapat membangun sebuah ekspektasi public bahwa KEMENAG tidak hanya dapat berperan pada tugas dan fungsi bakunya seperti yang di pahami masyarakat selama ini.
Sejatinya peranan KEMENAG dalam penangan bencana alam itu sangat vital dan urgent, sesuai dengan potensi dan sumberdaya yang di miliki oleh kementrian agama, yang pada segmen tertentu tidak di miliki oleh lembaga instansi pemerintah lainnya.
Berikut kami jelaskan peranan yang dapat dilakukan oleh KEMENAG dalam situasi kebencanaan di antaranya :
- Penanganan korban jiwa
Setiap warga Negara yang meninggal saat bencana di butuhkan adalah penanganan Ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing, atau kalau dalam islam penanganan jenazah secara Syar’I, sering di situasi peristiwa bencana pelayanan keagamaan semacam ini ‘terabaikan’, apalagi situasi bencana yang banyak memakan korban.
Disinilah peranan KEMENAG untuk menurunkan tenaga pelayanan.
- Pelayanan ibadah bagi ummat di lokasi bencana, ketika rumah-rumah ibadah tidak dapat di fungsikan dilokasi bencana pelayanan ibadah bagi ummat terabaikan, sehingga masyarakat yang terkena dampak bencana melalaikan ibadahnya, maka paling tidak KEMENAG dapat hadir dengan rumah ibadah darurat yang dapat memberikan pelayanan.
- Pada fasilitas pendidikan sekolah- sekolah agama yang terkena bencana, seluruh fasilitasnya rusak, serta lambatnya penanganan yang membuat pelayanan pendidikan tidak berjalan, dan KEMENAG dapat memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak korban bencana.
- Demikian pula soal penanganan trauma healing, karena kita tahu bahwa setiap peristiwa bencana meninggalkan duka dan trauma bagi korban bencana alam, namun yang terpantau oleh kami selama ini kebanyakan trauma healing lebih aktif dilakukan oleh lembaga-lembaga social masyarakat, dengan metode dan pendekatan yang tidak pada perioritas pendekatan keagamaan.
Padahal potensi yang di miliki oleh KEMENAG untuk menangani hal ini cukup besar. Disinilah peranan dan kehadirannya di perlukan.
- Belum lagi kalau kita menyorot pada upaya pengumpulan donasi dan pendistribusiannya. Tapi KEMENAG justru memiliki kapasitas untuk melakukan upaya-upaya pengumpulan donasi tersebut secara syar’I dan amanah.
- Tingkat ketegangan yang menciptakan situasi rawan konflik di lokasi bencana sangat tinggi, maka peranan KEMENAG juga dapat hadir untuk menjadi mediator dan fasilitator terhadap penanganan situasi yang memunculkan potensi di lokasi bencana.
- Peranan KEMENAG juga dapat membangun empati dan solidaritas ummat dalam penanganganan bencana.
“Intinya dari catatan saya adalah, ketika KEMENAG memiliki satgas atau apapun namanya dalam penanganan bencana, maka akan lebih memiliki kesiapan dan kesiap-siagaan yang terorganisir dan terstruktur di setiap peristiwa kebencanaan, dan mampu memaksimalkan seluruh potensi yang di miliki oleh KEMENAG itu sendiri” tulis Riswan kepada media Harian Sulawesi.com pagi ini, Senin (1/8/2022).
Diakhir tulisannya, Riswan berharap agar seluruh program kebencanaan yang di miliki oleh kementrian agama nantinya dapat di elaborasi dengan lintas instansi dan lembaga manapun. (**)
Editor : Sumardin (Pde)