Harian Sulawesi | Gorontalo – Cuaca dengan curah hujan tinggi belakangan ini, tak hanya perlu mewaspadai bencana banjir, namun penyakit menular Demam Berdarah Dengue (DBD) juga perlu disikapi serius.
Sebab penyakit yang diakibatkan gigitan nyamuk aedes aegypti mengalami peningkatan signifikan di awal tahun, angkanya bahkan mengkhawatirkan, sudah 190 kasus yang tercatat selang dua bulan, atau Januari-Februari.
Kasusnya tersebar di seluruh wilayah Gorontalo, dengan satu pasien meninggal dunia. Pengelola Program Penyakit DBD, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Sunarty Labadjo, S.Km, dikutip Hargo.co.id (Gorontalo Post grup), mengatakan, DBD di Gorontalo masuk level waspada, karena sudah terdapat kasus dengan jumlah ratusan orang.
“Belum termasuk bulan Maret. Untuk januari dan februari, di 6 kabupaten/kota di Gorontalo sudah ada 190 kasus dan seorang orang meninggal dunia,”jelas Sunarty Labadjo, Jumat (25/3).
Rincinya, kata Sunarty, kasus DBD terbanyak pada awal tahun ini berada di Kabupaten Bone Bolango dengan 45 kasus, disusul Kabupaten Gorontalo 43 kasus, Pohuwato 32 kasus, dan Boalemo 31 kasus, Kota Gorontalo 24 kasus, dan Gorontalo Utara terdapat 17 kasus.
Lebih lanjut Sunarty Labadjo mengatakan, jika dibanding dengan tahun 2021, kasus DBD di Gorontalo mencapai angka 586 kasus dengan 16 diantaranya meminggal dunia. Jumlah kasus itu tercatat sejak Januari hingga Desember. Rincinya di Kota Gorontalo, 108 kasus, seorang meninggal dunia, Kabupaten Gorontalo 158 kasus, 6 orang diantaranya meninggal dunia.
Boalemo 19 kasus (1 orang meninggal dunia) Pohuwato 136 kasus (3 orang meninggal dunia), Bone Bolango 143 kasus (4 orang meninggal dunia) dan Gorontalo Utara 22 kasus (seorang meninggal dunia).
Untuk mengantisipasinya, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, kata Sunarty Labadjo telah bekerjasama dengan seluruh Puskesmas, untuk langsung tanggap ketika terdapat kasus DBD.
Puskesmas merupakan faskes milik pemerintah yang mengetahui persis wilayah sekitarnya, mereka juga selalu turun untuk melakukan pengecekan, dan edukasi ke masyarakat, seperti memberlakukan 3M, yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas.
“Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menggalang setiap desa / kelurahan pemantauan jumantik. Dimana setiap rumah 1 pemantau jumantik yang dilakukan oleh anggota rumah dan diawasi oleh pihak Puskesmas,” katanya.
Lanjut kata Sunarty Labadjo, pihak Puskesmas membentuk kader untuk pemantauan jumantik. Selain pemantauan jumantik mereka juga sudah melakukan sosialisasi soal demam berdarah.
Tak hanya dari Puskesmas dari pihak desa juga ada bantuan terhadap kader-kader jumantik karena ada anggaran ADD sendiri untuk mereka.
Informasi lain yang diberikan yakni sebelum sebelum adanya Covid-19 mewabah, DBD memiliki vaksinasi tersendiri dari Kementrian. Tetapi anggarannya mahal maka vaksin untuk DBD belum terealisasikan.
“Tetapi dengan adanya vaksinasi untuk Covid-19, sudah sangat membantu untuk meminimalisir penderita kasus DBD karena adanya imunitas yang tinggi,” kuncinya.
Dikutip dari alodokter.com, terdapat lima ciri seseorang menderita DBD, yakni pertama mengalami demam tinggi, dengan perubahan suhu tubuh secara tiba-tiba mencapai 40 derajat celcius. Demam dapat berlangsung hingga 2-7 hari, tetapi suhu tubuh biasanya akan turun pada haru ke-4 atau ke 5, lalu naik kembali pada hari berikutnya. Kedua, terdapat ruam pada kulit.
Ruam merah dapar muncul di bagian wajah, leher, hingga dada. Umumnya muncul setelah demam 1-5 hari. Ketiga adalah sakit kepala, penderita akan mengalami sakit kepala terutama disekitar dahi hingga bagian belakang mata. Keempat nyeri otot, penderita mengalami nyeri otot, tulang, dan sendi hingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan nyeri ini biasanya akan muncul bersamaan dengan demam tinggi.
Kelima adalah, mual dan muntah. Keluhan ini biasanya membuat penderita tidak kuasa untuk makan dan minum, sehingga rentan kekurangan nutrisi, bahkan resiko dehidrasi. (tro/mg)